Sabtu, 25 Januari 2014

GEMPA BUMI : USGS Klaim Pusat Gempa Bukan di Kebumen, tapi Cilacap

Solopos.com, SOLO – Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mengklaim pusat gempa bumi yang terjadi pada Sabtu (25/1/2014) pukul 12.14 WIB berada di Cilacap. Hal ini berbeda dengan informasi yang disajikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yang mengklaim pusat gempa terjadi di Kebumen.
Dari data yang disajikan BMKG melalui akun Twitter @infoBMKG, menyatakan gempa berkekuatan 6,5 skala Ritcher, berpusat di 104 km Barat Daya Kebumen, Jateng.
Sementara jika mengacu laporan USGS dalam laman earthquake.usgs.gov, lindu terjadi dengan kekuatan 6,1 skala Richter, berpusat di di 39 kilometer Adipala, pada kedalaman 83,2 km. Adipala merupakan sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Cilacap, berbatasan dengan Kebumen.
Gempa terasa cukup di sejumlah kota di Jateng dan DIY, termasuk Solo. Dilansir Liputan.com, gempa yang dirasakan di Yogyakarta bahkan sempat membuyarkan anak-anak SMK 1 Sedayu.
“Ada yang pingsan karena trauma gempa Yogya yang lalu,” demikian informasi dari pembaca Liputan6.com.
Sementara di Solo, beberapa warga di wilayah Kartasura, Sukoharjo, Colomadu, juga sempat merasakan gempa. Meski demikian, gempa terasa dalam skala kecil. “Saya kira pusing, tapi ternyata gempa. Saya tanyakan ke tetangga, juga mengalami,” tutur warga Kartasura, Dewi Aprianti, kepada Solopos.com.

Selasa, 21 Januari 2014

Waspada Banjir

Solopos.com, WONOGIRI — Status elevasi atau ketinggian permukaan air di Bendungan Serbaguna Waduk Gajah Mungkur Wonogiri sudah mendekati batas siaga banjir. Pasalnya, ketinggian air dari awal Januari hingga pertengahan bulan ini terus merangkak naik dari batas elevasi normal. Peningkatakan muka air itu disebabkan curah hujan yang tinggi beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan pantauan Solopos.com terhadap elevasi terakhir di Perum Jasa Tirta I, Senin (20/1/2014), tercatat ketinggian permukaan air Waduk Gajah Mungkur telah mencapai 134,81 meter. Sedangkan elevasi untuk batas siaga banjir adalah 135,30 meter.
Kadiv Jasa Air dan Sumber Air Perum Jasa Tirta (PJT) I Wilayah Sungai Bengawan Solo, Winarno Susiladi, menjelaskan kenaikan elevasi atau permukaan air Waduk Gajah Mungkur terus meningkat sejak Oktober lalu. Meski angka elevasi hampir mendekati batas 135,30 meter, menurutnya kondisi tersebut masih biasa.
“Dari Oktober lalu, kenaikannya muka air mencapai sekitar enam meter dari batas normal 128 meter. Prediksinya, batas angka itu akan terus naik hingga Februari mendatang karena curah hujan masih cukup tinggi. Jika elevasi telah melebihi batas siaga banjir, kami berupaya mengalihkan volume air guna pembangkit tenaga listrik,” ungkapnya.
Untuk membuka tutup pintu pelimpasan air (spilway), lanjutnya, pihaknya harus memantau kondisi hulu dan hilir dari aliran sungai Bengawan Solo. Kondisi yang dipantau yakni bagaimana curah hujan di wilayah-wilayah itu.
“Saat ini kami terus memantau kondisi air di empat stasiun di antaranya di Tirtomoyo, Jatisrono dan Batu. Kami juga memantau daerah hilirnya seperti di Jurug, Solo. Pemantauan tersebut sebagai pertimbangan volume air yang keluarkan melalui spilway,” imbuhnya.
Di sisi lain, pihaknya mulai melakukan pengerukan sampah dan lumpur di area waduk untuk mengurangi sedimentasi atau pengendapan di dasarnya. Ia mengatakan jika pengerukan tersebut sudah mencapai 100.000 meter persegi. “Kami melakukan pengerukan dengan cara mekanis ataupun manual untuk mengurangi sedimentasi di dasar waduk. Hal itu agar volume daya tampung air waduk tidak berkurang,” paparnya.
Pengelola pintu bendungan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, Djuchaf Riphan, saat ditemui Solopos.com di kantornya menambahkan jika curah hujan masih dalam batas normal, belum perlu ada pembukaan pintu bendungan.

Bpjs terlalu dipaksakan

SUKOHARJO—Sejumlah warga mengaku bingung dengan Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan memilih untuk mengurungkan niatnya menjadi anggota. DPRD Sukoharjo menilai program yang di-launching 1 Januari itu masih membingungkan masyarakat serta terkesan dipaksakan.
Salah seorang warga Kartasura, Deden mengaku sangat tertarik dengan tawaran asuransi kesehatan yang ditawarkan pemerintah pusat melalui BPJS. Alhasil, Selasa (7/1) pagi, dirinya mendatangi kantor BPJS yang terletak di Jalan Dr Moewardi Sukoharjo.
Dirinya meminta keterangan dari pihak BPJS melalui buku panduan. Hanya saja, hanya mendapatkan jawaban jika bukunya belum di-drop oleh pemerintah pusat. Namun, setelah mendapatkan penjelasan mengenai premi BPJS baik kelas I, II dan III, dirinya yang saban hari menjadi pedagang kelontong memilih untuk mendaftar BPJS kelas I dengan membayar premi Rp 59.500/ bulan. “Saya kira itu untuk satu KK tapi ternyata per orang. Padahal, keluarga saya ada istri dan dua orang anak. Kalau preminya per orang untuk kelas tiga saja saya juga tidak kuat. Alhasil, saya tidak jadi mendaftar,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya. Dia menilai BPJS masih membingungkan rakyat. “Oleh karena itu, Pemkab masih menjalankan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Ini sudah kami sampaikan kepada pemerintah pusat,” ujar dia.
Ditemui terpisah, Anggota Komisi IV DPRD Sukoharjo, Samrodin menilai program tersebut terkesan dipaksakan. Dia mempertanyakan kenapa BPJS harus dilaksanakan mulai 1 Januari lalu. Padahal, jika melihat persiapan yang dilakukan pemerintah pusat sangat minim. Dia mencontohkan Petunjuk Pelaksana (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) BPJS belum turun pada Desember 2013. 
Sebelumnya, Kepala Operasional BPJS Sukoharjo, Maya Dewayani mengatakan BPJS akan meng-cover pembiayaan bagi warga yang membayar premi tiap bulannya. Pihaknya menawarkan tiga pilihan layanan yakni kelas III diwajibkan membayar premi Rp 25.500/ bulan, kelas II Rp 42.500/ bulan serta kelas I sebesar Rp 59.500/ bulan. Murniati. sumber: joglosemar.co

CAMAT HINGGA DESA HARUS SOSIALISASIKAN BPJS

CAMAT HINGGA DESA HARUS SOSIALISASIKAN BPJS

Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya meminta kepada seluruh camat, lurah/kepala desa untuk segera turun kelapangan melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal tersebut wajib dilakukan menginggat masih banyak kebinggungan di lapangan.
Menurut Bupati Wardoyo Wijaya, pertanyaan dari warga baik langsung datang ke rumah, melalui telepon atau short massage service (SMS) sering masuk terkait BPJS. Jadi harus segera diberi penjelasan secara langsung. Program BPJS yang dijalankan pemerintah pusat memang masih membinggungkan. Sebab program dari pusat yang seharusnya dibiayai oleh pemerintah ternyata harus ditanggung oleh warga dan daerah. Bahkan dari perhitungan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan BPJS di Sukoharjo diperlukan biaya hingga Rp 28 miliar. Dana tersebut diakui sangat besar untuk menjalankan BPJS.
Terkiat dengan informasi ini maka bupati memerintahkan kepada semua pihak untuk segera turun kelapangan. Petugas yang mendapat skala prioritas yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sukoharjo. Selain itu, para camat, lurah/kepala desa juga wajib turun membantu melakukan sosialisasi ke masyarakat. Tujuanya agar tidak ada lagi kebinggungan dilapangan. (MT) sumber : http://sukoharjokab.go.id

PENYALURAN RASKIN 2014

PENYALURAN RASKIN 2014

Semua camat di Kabupaten Sukoharjo melakukan persiapan penyaluran beras miskin (raskin) 2014 dengan membentuk petugas satuan tugas (satgas) tingkat desa. Pembentuan ini dilakukan untuk memperlancar penyaluran raskin serta menekan terjadinya masalah dilapangan.
Menurut Camat Kartasura Bahtiyar Zunan, persiapan penyaluran raskin sudah dilakukan oleh semua camat sesuai dengan arahan dari Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya. Dalam penyalurannya, diminta untuk tidak terjadi masalah khususnya mengenai kecemburuan sosial.
Terkait dengan itu, dipastikan tidak ada lagi masalah kecemburuan. Pasalnya, sesuai dengan data yang ada, jumlah penerima raskin se Kabupaten Sukoharjo 2014 masih sama dengan 2013.
Sesuai data yang diberikan oleh Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Sukoharjo, total penerima raskin 2014 sebanyak 51.168 rumah tangga sasaran (RTS). Jumlah penerima itu sama dengan yang diberikan pada 2013 lalu. Untuk Kecamatan Weru sebanyak 4.641 RTS, Kecamatan Bulu 2.485 RTS, Kecamatan Tawangsari 4.573 RTS, Kecamatan Sukoharjo Kota 4.930 RTS, Kecamatan Nguter 3.909 RTS, Kecamatan Bendosari 3.181 RTS, Kecamatan Polokarto 6.020 RTS, Kecamatan Mojolaban 5.468 RTS, Kecamatan Grogol 5.672 RTS, Kecamatan Baki 3.420 RTS, Kecamatan Gatak 2.939 RTS, Kecamatan Kartasura 3.930 RTS. Total keseluruhan penerima sebanyak 51.168 RTS.
Zunan menambahkan berbeda saat penyaluran raskin 2013 dimana jumlah penerima mengalami penurunan dari pemerintah pusat. Karena pada 2012 Sukoharjo mendapat alokasi lebih dari 61.000 sekian dan perubahan ini menyebabkan terjadi masalah dilapangan meski akhirnya bisa diatasi.
Dengan data penerima yang sama pada 2014  dengan 2013 maka akan lebih mudah bagi petugas. Namun demikian, dari data itu nantinya harus dilakukan verifikasi ulang oleh petugas dilapangan khususnya ditingkat desa.
Verifikasi berkaitan dengan data penerima dimana kemungkinan ada yang sudah meninggal dunia, pindah rumah/alamat atau naik status perekonomiannya. Perubahan ini harus secepatnya disampaikan oleh pihak desa ke kecamatan untuk diteruskan ke kabupaten.
Termasuk soal tertib administrasi, petugas di desa yang sudah mendapatkan pembayaran dari warga harus segera menyetorkan ke atas, jangan sampai tertahan sehingga menimbulkan tunggakan.
Menurut Camat Mojolaban, Basuki Budi Santoso dan Camat Weru Heru Indarjo saat ini penyaluran raskin tinggal pelaksanaan saja. Sebab data juga sudah ada dan diberikan dari kabupaten. Mengenai beras, penyediaan sepenuhnya diserahkan ke Bulog. (MT). sukoharjokab.go.id